22-desember-hari-ibuWaktu demi waktu berlalu, rasanya baru kemarin kita diajarkan merangkak oleh sang ibu. Mengantar kita ke sekolah. Merengek, mengadu kepadanya saat kita menangis. Dikala kita sakit, hanya beliau yang peduli, mengurus kita sampai sembuh sedia kala. Kita begitu dimanja, apa yang kita inginkan, pasti beliau turuti. Kini keadaan berubah. Kita sudah beranjak menjadi seorang dewasa.

Masihkah kita ingat kepada sang ibu? Berapa kali kita menelepon sang ibu sekadar bertanya, “Ma, apa kabar?” Rutinkah kita mengunjunginya di usianya yang sudah senja? Sudahkah kita benar-benar berbakti? Dengan berterima kasih, baik melalui ucap dan tindak demi membuatnya bahagia di sisa hidupnya? Bila samudera hatinya yang paling tulus diketuk dan diajak bicara, mungkin ibu akan menjawab:

“Bukan uangmu yang ibu butuhkan, Nak. Sering-seringlah menelepon ibu, bila kau tidak punya waktu untuk berkunjung,”

Begitu bahagia sang ibu melihat kebahagiaan yang telah diraih buah hatinya. Ia merasa berhasil, sang anak yang dulu masih dalam gendongannya sudah mampu membangun cinta dan citanya. Tiada mungkin rasanya sang ibu bersikap egois dengan mengusik kebahagiaan kita, yang sibuk dengan teman kuliah kita, dengan teman kerja kita, dan, dengan keluarga kecil kita.

“Bahagiamu, Nak, adalah bahagiaku,”

Bagaimana keadaan sang ibu saat sedang jauh dari kita? Terjaga kah kesehatannya? Terpenuhi kah kebutuhan hidupnya? Siapa yang mengurusnya? Segudang pertanyaan terpikir saat kita sudah mulai sadar, begitu berartinya sosok ibu terhadap hidup kita. Perjuangan tak kenal lelah seumur hidup, entah dengan apa dapat kita balas.

“Tak usah kau risaukan ibu, Nak, cukup kirimkan ibu doa,”

Sang ibu masih sehat dan tegar. Ia masih menjadi saksi kebahagiaan kita. Belum ada kata terlambat untuk berterima kasih. Sampaikan salam cinta dan sayang kita kepada sang ibu. Peluk ia erat-erat, sampaikan, bahwa ia adalah segalanya di dunia ini.

Selamat hari ibu… Jasamu abadi sepanjang masa